Siti Nikmaziah, Pendiri Kelompok Budidaya Ikan Patin

Kelompok budidaya ikan patin bernama “Mina Lestari”

Pagi itu, Desa Bendiljati Wetan, Sumber Gempol, Tulungagung, Jawa Timur baru saja diguyur hujan semalaman. Dingin, namun tidak menyurutkan semangat Siti Nikmaziah dan para pekerjanya memanen ikan patin. Senyum lebar menghiasi wajah-wajah mereka yang sedang memuat ikan-ikan Patin ke dalam truk, untuk dikirim ke pasar-pasar di Tulungagung atau ke pabrik pengolahan di Surabaya.

Siti Nikmaziah, ibu beranak dua ini didaulat menjadi Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Patin Perempuan bernama Mina Lestari. Ia adalah tokoh kunci di balik pemberdayaan perempuan di desa yang dikenal sebagai penghasil ikan itu.

Tahun 2000, setelah bercerai dengan suaminya, Nikmaziah berpikir untuk mengumpulkan perempuan di desanya untuk diajarkan cara budidaya ikan. Entah mengapa, 20 orang perempuan yang berhasil dikumpulkannya, sebagian besar berstatus janda ataupun ditinggal oleh suaminya karena harus bekerja sebagai TKI di luar negeri. Nikmaziah yang saat itu berusia 30 tahun tak memiliki tujuan selain memandirikan perempuan di desanya. “Saya ingin melihat mereka tidak bergantung pada suami dan bisa meningkatkan kesejahteraan hidup”, tegasnya.

Siti Nikmaziah

Saat itu, sebagian besar penduduk desa membudidayakan jenis ikan hias atau gurame. Masih sedikit pembudidaya yang memilih patin secara serius. Namun, Nikmaziah memiliki pandangan lain. Perempuan 47 tahun ini sejak awal yakin, suatu saat patin akan menjadi lahan bisnis yang menggiurkan. Nikmaziahpun meyakinkan anggotanya. Ia bukan hanya memberikan pelatihan sederhana, tapi juga membantu mendistribusikan benih ikan patin kepada para koleganya.

Sejak saat itu, hari-hari penuh bau amis ikan diakrabi oleh para anggota Mina Lestari. Perempuan beternak ikan adalah pemandangan yang tidak biasa dijumpai di Tulungagung. Jangankan belasan tahun lalu, hingga saat inipun jumlah pembudidaya ikan perempuan masih sedikit.

Itulah mengapa, Mina Lestari yang didirikan oleh Nikmaziah dan teman-temannya ini cukup dikenal di Tulungagung. Selain karena mengukir banyak prestasi, juga karena keunikan kelompoknya dengan seluruh anggotanya perempuan.

Mina Lestari mengambil posisi sentral dalam kehidupan peternak ikan binaan Nikmaziah. Di dalam grup ini biasanya didiskusikan berbagai masalah yang dihadapi oleh anggota, termasuk ketika mereka memutuskan untuk membuat rekening bank bersama untuk mempermudah para anggota. Kelompok ini pun tumbuh dan disegani di kalangan para pembudidaya ikan.

Sumber Gempol, tempat di mana Nikmaziah tinggal, dikenal sebagai desa penghasil ikan terbesar di Kabupaten Tulungagung sejak tahun 90-an. Menurut Dinas Perikanan setempat, Tulungagung menyumbang 25 ton (68%) pasokan ikan perhari dari seluruh produksi ikan patin se-Jawa Timur. Sebanyak 8 ton dari jumlah tersebut dikirim ke pabrik-pabrik pengolah ikan patin untuk dijadikan filet, abon dan olahan ikan lainnya. Sisanya dikirimkan ke pasar-pasar di luar Tulungagung.

Mayoritas pekerjanya perempuan

Beberapa tahun lalu, permintaan terhadap ikan patin lokal rendah dan tidak stabil. Namun, dua tahun terakhir terjadi lonjakan luar biasa. Hal ini dipicu antara lain oleh aturan tegas pemerintah dalam membatasi impor ikan patin dari Vietnam. Kondisi ini membuat peternak patin bergairah dan memberikan penghasilan yang lebih besar bagi mereka, termasuk Nikmaziah.

Hasil panen ikan patin dari kolam milik Siti Nikmaziah

Meski begitu, Kepala Dinas Perikanan Tulungagung, Tatang Suhartono, mengatakan, jumlah patin yang ada saat ini belum sanggup memenuhi kebutuhan konsumsi nasional. “Kami perlu meningkatkan jumlahnya dari petani untuk bisa mendukung industri pengolahan patin”, kata Tatang.

Untuk meningkatkan jumlah dan kualitas patin lokal, Imza Hermawan, ahli Patin dan konsultan UNIDO SMART-Fish Program mempunyai formula khusus. Ia membantu proyek SMART-Fish di bawah United Nations Developments Organization (UNIDO) bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenalkan program Pakan Formulasi Murah atau Least Cost Formulation (LCF) menggunakan bahan baku lokal untuk mendukung program gerakan Pakan Mandiri KKP.

LCF ini diperkenalkan ke kelompok-kelompok pembudidaya patin di Tulungagung dan Jambi untuk menghasilkan daging patin yang lebih cerah, tidak berbau lumpur yang disesuaikan dengan kebutuhan industri filet. Harga pakan mandiri juga lebih murah dari pakan buatan pabrik, sehingga memberikan margin yang lebih besar bagi pembudidaya.

Pakan mandiri ini telah dikenalkan kepada para peternak patin selama dua tahun terakhir, termasuk Nikmaziah dan kelompoknya. Perempuan yang suka bercanda itu optimistis pakan mandiri akan memberikan penghasilan yang lebih besar, dan menarik lebih banyak perempuan untuk ikut terlibat.

Namun, dia mengaku masih kesulitan membuat pakan mandiri dalam jumlah banyak, karena bahan baku seperti tepung ikan sulit didapatkan di Tulungagung. “Tidak ada toko yang menjual tepung ikan di sini”, katanya. Untuk mengatasi masalah itu, Dinas Perikanan Tulungagung telah berencana membantu mendistribusikan tepung ikan ke petani dan menjualnya dengan harga murah di tahun 2018. Selain itu, bantuan mesin pembuat pakan dari KKP atas rekomendasi dari UNIDO SMART-Fish juga akan diberikan kepada pembudidaya Patin di berbagai daerah.

Nikmaziah telah membuktikan bahwa perempuan dapat memimpin dan memberdayakan perempuan lainnya dalam mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. UNIDO, seperti halnya badan United Nations lainnya akan terus mendukung Nikmaziah dan perempuan lainnya untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam bidang industri untuk mengimplementasikan “The Sustainable Development Goals (SDG’s). Saat ini kita memasuki masa kritis, untuk mencari solusi jangka panjang mengatasi kemiskinan dan kesetaraan perempuan.

Sumber berita : www.swa.co.id